Iklan Bijaks

Create your own banner at mybannermaker.com!

Kamis, 13 Juni 2013

Pengertian Yadnya, Tujuan, dan Jenis-jenis Yadnya



Di Susun Oleh : Bayu Satrya
Semester : IV



KATA PENGANTAR

Puja Astungkara kami haturkan kepada Ida Sang Hyang Widhi Wasa karena, atas semua Anugrah-Nya yang telah diberikan kepada kami sehingga dapat menyelesaikan tugas makalah yang bejudul “YANJA” 
Dalam proses penyelesain makalah ini, kami telah mendapatkan banyak bantuan dari beberapa pihak. Untuk itu, kami mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak tersebut di bawah ini :
  1. Bapak I Wayan Sugimawa, S.Ag.,MM selaku dosen pembimbing mata kuliah Sraddha yang telah membimbing kami dari pengkajian materi sampai penyusunan makalah ini
  2. Teman-teman satu kelas semester IV/Reguler yang telah banyak memberikan masukan untuk makalah ini, serta
  3. Untuk seluruh warga STAH Dharma Nusantara Jakarta yang tidak dapat kami sebutkan namanya satu demi satu, yang mana telah mendukung dan membantu penyediaan referensi demi kelancaran pembuatan makalah ini.
  4. Dan juga dari sumber-sumber lainnya yang sudah membantu dalam penyelesaian makalah ini.
Semoga makalah ini, bermanfaat demi peningkatan pengkajian materi dalam Perguruan Tinggi khususnya STAH Dharma Nusantara Jakarta dan juga sebagai pelengkap tugas kami sebelum Ujian Tengah Semester.
Ada kelebihannya karena Ida Sang Hyang Widi Wasa, dan ada pula kekurangan dalam pembuatan makalah ini semata-mata karena kami pribadi, oleh karena itu kami mengharapkan saran, kritik, dan pesan yang membangun demi kesempurnaan pembuatan makalah kami selanjutnya.






BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Umum Yadnya 

Pada awalnya banyak orang mengartikan bahwa yadnya semata upacara ritual keagamaan.Pemahaman ini tentu tidak salah karena upacara ritual keagamaan adalah bagian dari yadnya.Namun patut disadari bahwa upacara hanyalah salah satu bentuk Yajna yang paling nampak dengan nyata atau rill.. Pengertian secara umum yadnya disamakan dengan ritual,sedangkan dalam bahasa sehari-hari, yadnys dimaksudkan sebagai upacara keagamaan. Dalam arti sempit di samakan dengan samskara atau sangaskara yang artinya, dengan melihat mensucikan, membiasakan,menjadikannya sempurna, memberi bentuk,melengkapi, memperindah, membentuk, dan membudayakan.

Pengertian yanja juga dapat kita lihat dari dua segi yaitu pengertian secara etimologi dan pengertian secara terminology.Secara etemologi kata yajna adalah kata dalam bahasa Sanskrta yang berasal dari urat kata kerja “yaj” yang artinya memuja, mempersembahkan, berkorban.Urat kata kerja “yaj” tersebut kemudian dapat berubah menjadi kata Yajna, Yajus, Yajanadan Yajamana.Yajna berarti pemujaan, persembahan atau korban suci.Yajus berarti aturan tentang yajna.Yajana atau Yajna karma berarti pelaksanaan yajna, sedangkan Yajamana berarti orang yang melakukan Yajna. Secara terminologi kata Yajna memiliki pengertian sebagai berikut :

1. Yajna ngaraning manghanaken homa. 
Artinya :
Yajna artinya mengadakan homa.
2. Yajna ngaranya “Agnihotradi” kapujan sang hyang Siwagni pinakadinya 
Artinya :
Yajna artinya “Agnihotra” yang utama, yaitu pemujaan atau persembahan kepada Sang Hyang Siwa Agni.
Yang dimaksud dengan homa dalam Wraspati Tattwa mempunyai makna yang sama dengan “Agnihotra” dalam Agastya parwa yaitu pemujaan atau persembahan kepada Ageni antaralain berupa minyak dari biji-bijian(kranatila), madu, kayu cendana(sri wrksa), mentega, susu dan sebagainya seperti digambarkan dalam Kakawin Ramayana I.24-27. Jadi pada prinsipnya pengertian yajna itu pada mulanya berpusat pada pemujaan atau persembahan kepada Agni berupa minyak, susu dan sebagainya. Persembahan (Yajna) tersebut menimbulkan hujan.

Dari hujan lahirlah makanan.Dari makanan lahirlah mahluk hidup.Sedangkan yajna itu sendiri lahir dari karma (Bhagawadgita III.14), karena Yajna lahir dari karma maka yajana termasuk karma kanda atau karma sanyasa atau prawrti yaitu jalan perbuatan.

Sejalan dengan perkembangan pola piker manusia yang semakin luas, maka pengertian Yajna pun menjadi luas dan dalam. Tidak saja menyangkut pemujaan dan persembahan kepada Agni saja namun juga kepada aspek yang lain. Agni berkedudukan sebagai prantara yang menghubungkan antara manusia dengan Tuhan atau Dewa-dewa Melaluai Dewa Agni persembahan atau Yajna itu disampakan kepada yang dituju.Jadi secara singkat dapatlah kiranya dikatakan bahwa yang dimaksuddengan Yajna iyu adalah segala bentuk pemujaan atau persembahan dan pengorbanan yang tulus ikhlas yang timbul dari hati yang suci demi maksud-maksudmulia dan luhur.

Ada beberapa unsur yang mutlak yang terkandung dalam yajna. Unsur-unsur tersebut yaitu : 
•    Karya (adnya perbuatan) 
•    Sreya (ketulus ikhlasan) 
•    Bhakti (persembahan) 
Jadi semua perbuatan yang berdasarkan dharma dan dilakukan dengan tulus ikhlas dapat disebut yajna. Dalm Bhagawadgita ditegaskan  bahwa belajar dan mengajar didasari oleh keikhlasan serta penuh pegabdian untuk memua Ida Sang Hyang Widhi Wasa adalah tergolong yajna. Memelihara alam lingkungan juga disebut yajna. Mengendalikan hawa nafsu dan panca indria adalah yajna. Demikian pula membaca kitab suci Veda, sastra Agama yang dilakukan dengan tekun dan ikhlas adalah yajna. Saling memelihara, mengasihi sesama mahluk hidup juga disebut yajna. Menolong orang sakit, mengentaskan kemiskinan, menghibur orang yang sedang ditimpa kesusahan adalah yajna. Jadi jelaslah yajna itu bukanlah terbatas pada kegiatan upacara keagamaan saja. Upacara dan upakaranya (sesajen dan alat-alat upakara) merupakan bagian dari yadjnya.

1. TUJUAN YADNYA
Dalam banyak sloka dari berbagai kitab menyatakan bahwa alam semesta beserta segala isinya termasuk manusia; diciptakan , dipelihara dan dikembangkan melalui yadnya. Oleh karena itu maka yadnya yang dilakukan oleh manusia tentu bertujuan untuk mencapai tujuan hidup manusia menurut konsep Hindu yakni Moksartham jagat hita ( Kebahagiaan sekala dan niskala ).
Dalam rangka mencapai tujuan tertinggi tersebut manusia harus melakukan aktivitas dan berkarma. Paling tidak empat hal yang harus dilakukan manusia yaitu, penyucian diri, peningkatan kualitas diri, sembahyang, dan senantiasa bersyukur dan berterima kasih kepada Sang Pencipta.
Empat hal di atas semuanya dapat dicapai melalui Yadnya. Oleh karena itu tujuan Yadnya adalah :

a. Untuk Penyucian
Untuk mencapai kebahagiaan maka hidup ini harus suci.Tanpa kesucian sangat mustahil keharmonisan dan kebahagiaan itu dapat tercapai. Pribadi dan jiwa manusia dalam aktivitasnya setiap hari berinteraksi dengan sesama manusia dan alam lingkungan akan saling berpengaruh. Guna ( sifat satwam, rajas, dan tamas ) orang akan saling mempengaruhi, demikian juga “guna” alam akan mempengaruhi manusia. Untuk mencapai kebahagiaan maka manusia harus memiliki imbangan Guna Satwam yang tinggi.Pribadi dan jiwa manusia harus dibersihkan dari guna rajas dan guna tamas.Melalui Yadnya kita dapat menyucikan diri dan juga menyucikan lingkungan alam sekitar. Jika manusia dan alam memiliki tingkatan guna satwam yang lebih banyak maka keharmonisan alam akan terjadi.Kitab Manawa Dharmasastra V.109 menyatakan :

“ Adbhirgatrani suddhayanti mana satyena suddhayanti, Widyatapobhyam bhutatma buddhir jnanena suddhayanti”
Artinya :

Tubuh dibersihkan dengan air, pikiran disucikan dengan kebenaran, jiwa manusia dibersihkandengan pelajaran suci dan tapa brata, kecerdasan dibersihkan dengan pengetahuan yang benar.

Oleh karena itu jadikanlah aktivitas sehari-hari kita sebagai yadnya.Laksanakan kewajiban diri sendiri dengan penuh kesadaran dan keihlasan sehingga masuk dalam kelompok yadnya.Dengan demikian maka setiap kegiatan yang kita lakukan selalu memberikan kesucian pada diri pribadi.
Demikian juga untuk kesucian alam dan lingkungan lakukan upacara/ ritual sesuai dengan sastra agama sehingga kita akan senantiasa berada pada lingkungan yang suci. Lingkungan yang suci akan memberikan kehidupan yang suci juga bagi manusia.

b. Untuk meningkatkan kualitas diri
Setiap kelahiran manusia selalu disertai oleh karma wasana. Demikian pula setiap kelahiran bertujuan untuk meningkatkan kualitas jiwatman sehingga tujuan tertinggi yaitu bersatunya atman dengan brahman ( brahman atman aikyam ) dapat tercapai. 

Hanya dilahirkan sebagai manusia memiliki sabda, bayu , dan idep dapat melakukan perbuatan baik sebagai cara untuk meningkatkan kualitas jiwatman, sebagaimana dijelaskan dalam Kitab Sarasamuscaya sloka 2 sebagai berikut :
Ri sakwehning sarwa bhùta, iking janma wwang juga wénang gumawayakén ikang çubhàçubhakarma, kunéng panéntasakéna ring çubhakarma juga ikangaçubhakarma, phalaning dadi wwang.

Artinya :
Diantara semua mahluk hidup , hanya yang dilahirkan sebagai manusia saja yang dapat melaksanakan perbuatan baik atau perbuatan buruk, oleh karena itu leburlah ke dalam perbuatan baik , segala perbuatan yang buruk itu; demikianlah gunanya menjadi manusia.

Dari sloka di atas jelas kewajiban hidup manusia adalah untuk selalu meningkatkan kualitas diri melalui perbuatan baik.Perbuatan baik yang paling utama adalah melalui Yadnya.Dengan demikian setiap yadnya yang kita lakukan hasilnya adalah terjadinya peningkatan kualitas jiwatman.

c. Sebagai sarana menghubungkan diri dengan Tuhan
Alam semesta dengan segala isinya termasuk manusia adalah ciptaan Hyang Widhi. Oleh karena itu hidup manusia dalam rangka mencapai tujuannya tidak akan lepas dari tuntunan dan kekuasaan Tuhan. Untuk menjaga agar senantiasa jalan kehidupan kita pada arah yang benar dan selalu mendapat sinar suci serta tuntunan Hyang Widhi maka haruslah kita selalu menjalin hubungan yang harmonis dengan Tuhan, sebagaimana dalam ajaran Tri Hita Karana.Cara paling sederhana menghubungkan diri dengan Tuhan adalah sembahyang.Sembahyang artinya menyembah Hyang Widhi. Jika dalam kehidupan kita senantiasa dapat memusatkan pikiran, memuja Hyang widhi maka tujuan tertinggi pasti akan tercapai sebagaimana sabda Tuhan.
dalam Bhagawad Gita Bab IX sloka 34 :
Pusatkan pikiranmu pada-Ku, berbaktilah pada-Ku, dan tunduklah pada-Ku, dan dengan mendisiplinkan dirimu serta menjadikan-Ku sebagai tujuan, engkau akan sampai kepada-Ku.

Untuk senantiasa dapat memusatkan pikiran dan memuja Hyang Widhi tidaklah mudah.Perlu kedisiplinan dan keihlasan dalam menjalaninya. Satu-satunya cara agar kita selalu dapat menghubungkan diri dengan Maha Pencipta adalah dengan mempelajari, memahami dan melaksanakan Yadnya. Yadnya dalam kegiatan karma keseharian adalah sarana untuk menghubungkan diri dengan Tuhan.Terlebih Yadnya dalam bentuk Upacara/ritual jelas merupakan wujud nyata usaha menghubungkan manusia dengan Sang Penciptanya.

d. Sebagai ungkapan rasa terima kasih.
Manusia memiliki rasa dan pikiran dan dalam tatanan kehidupan sosial terikat pada aturan susila dan moral.Dengan olah rasa yang baik maka rasa syukur merupakan salah satu motivasi utama untuk selalu berbuat kebajikan. Kita diberikan hidup sebagai manusia, dilahirkan pada keluarga yang satwam, berada pada lingkungan sosial yang baik , dan diciptakan bersama bumi yang penuh keindahan dan kedamaian, adalah suatu yang luar biasa. Oleh karena itu tidak ada alasan bagi manusia bijak untuk tidak bersyukur dan tidak berterima kasih kepada Sang Pencipta.

Ungkapan rasa syukur dan terima kasih kepada Hyang Widhi itulah dilakukan dengan Yadnya
Bekerja dengan benar dan giat, menolong orang yang kesusahan, belajar giat, dan kegiatan lain yang didasari pengabdian dan rasa ikhlas adalah salah satu contoh ungkapan rasa syukur dan ucapan terima kasih atas anugrah Tuhan untuk kesehatan, keselamatan diri, rejeki, serta kehidupan yang kita terima.

Upacara/ritual yang dilakukan Umat Hindu baik yang bersifat rutin (contohnya ngejot, maturan sehari-hari dsb ), maupun berkala ( rahinan, odalan, serta hari suci lainnya ) salah satu tujuan utamanya sebagai ungkapan rasa syukur dan terima kasih kepada Hyang Widhi atas semua anugrah Beliau.

e. Untuk menciptakan kehidupan yang harmonis
Hyang Widhi menciptakan alam dengan segala isinya untuk memutar kehidupan.Sekecil apapun ciptaan-Nya memiliki fungsi tersendiri dalam kehidupan ini. Dewa, Asura, manusia, binatang, tumbuhan, bulan, bintang, bahkan bakteri dan kumanpun semuanya memiliki tugas dan fungsi tersendiri dalam memutar kehidupan ini. Alam dengan segala isinya memiliki keterkaitan dan ketergantungan satu sama lain. Oleh karena itu manusia sebagai bagian alam semesta mempunyai kewajiban untuk menjalankan tugas dan fungsinya untuk ikut menciptakan keharmonisan kehidupan. Dalam Bhagawad Gita , III.16 dijelaskan : 

Pàrtha
Di dunia ini, mereka yang tidak ikut memutar roda kehidupan ini, pada dasarnya bersifat jahat, memperturutkan nafsu semata dan mengalami penderitaan, wahai 
Agar perputaran roda kehidupan ini berjalan dengan harmonsi maka peranan manusia sangat penting.Jika manusia dalam melakoni hidup penuh keserakahan dan mengabaikan prinsip-prinsip Dharma maka kehancuran pasti terjadi.
Hanya dengan Yadnya keharmonisan alam dapat tercipta.Yadnya menciptakan hubungan yang harmonis antara manusia dengan Hyang Widhi, manusia dengan sesamanya dan keharmonisan hubungan manusia dengan alam.

 Jenis-jenis Yadnya
Secara garis besar yadnya dapat kelompokkan sebagai berikut :
a. Dari segi waktu pelaksanaan Yadnya dapat dibedakan :
1. Nitya Yadnya

Yaitu yadnya yang dilakukan secara rutin setiap hari. Yadnya ini antara lain;
dalam bentuk persembahan yang berupa yadnya sesa, atau persembahyangan sehari-hari. Sedangkan bagi sulinggih melakukan Surya Sewana.
Yadnya dalam bentuk yang lain dapat dilaksanakan melalui aktivitas sehari-hari. Bagi seorang siswa kewajiban sehari-hari adalah belajar , bila dilakukan dengan penuh ikhlas merupakan yadnya. Bagi seorang petani, tukang, pegawai dan sebagainya yang melaksanakan tugas sehari-hari dengan konsentrasi persembahan kepada Tuhan disertai keikhlasan juga merupakan Nitya Yadnya.

2. Naimitika Yadnya

Yaitu Yadnya yang dilaksanakan secara berkala/ waktu-waktu tertentu. Khusus untuk yadnya ini terutama yadnya dalam bentuk persembahan /upakara yaitu Upacara Piodalan, Sembahyang Purnama dan Tilem, Hari Raya baik menurut wewaran maupun sasih.

Bagi bentuk yadnya yang lain tergantung kebiasaan pribadi perorangan/kelompok orang. Ada orang pada setiap hari raya tertentu melaksanakan tapa brata sebagai wujud yadnya pengendalian diri. Ada pula yang pada waktu tertentu setiap tahun atau setiap bulan melakukan dana punia baik dihaturkan kepada sulinggih, orang tidak mampu dan sebagainya.
Disamping itu ada juga bentuk yadnya yang dilaksanakan secara insidental sesuai kebutuhan dengan waktu yang tidak tetap/ tidak rutin. Contohnya upacara ngaben, nangluk merana, tirtayatra. Demikian juga bentuk yadnya yang lain adakalanya dilakukan tidak dengan jadwal waktu tertentu. Misalkan jika ada ujian sekolah ada siswa / mahasiswa yang puasa. Ada orang yang tanpa diduga memperoleh rejeki yang lebih , maka sebagian dipuniakan untuk pura atau untuk panti asuhan.

b. Berdasarkan nilai materi / jenis bebantenan suatu yadnya digolongkan menjadi :

1). Nista, artinya yadnya tingkatan kecil yang dapat di bagi lagi menjadi :
•    Nistaning nista, adalah terkecil dari yang kecil
•    Madyaning nista, adalah tingkatan sedang dari yang kecil.
•    Utamaning Nista, adalah tingkatan terbesar dari yang kecil
2). Madya, yaitu yandnya tingkatan sedang yang dapat dibagi lagi menjadi :
•    Nistaning Madya, adalah tingkatan terkecil dari yang sedang.
•    Madyaning madya, adalah tingkatan sedang dari yang sedang.
•    Utamaning madya, adalah tingkatan terbesar dari yang sedang.
3). Utama, yaitu yadnya tingkatan besar yang dapat dibagi menjadi :
•    Nistaning utama, adalah tingkatan terkecil dari yang besar
•    Madyaning Utama, adalah tingkatan sedang dari yang besar.
•    Utamaning Utama, adalah tingkatan terbesar dari yang besar.

c. Sedangkan apabila ditinjau dari tujuan pelaksanaan atau kepada siapa yadnya tersebut dilaksanakan, dapat digolongkan menjadi :

1). Dewa Yadnya
2). Rsi Yadnya
3). Pitra Yadnya
4). Manusa Yadnya 
5). Bhuta Yadnya
Kelima jenis yadnya di atas dikenal dengan istilah Panca Yadnya. Uraian mengenai Panca Yadnya akan dibahas tersendiri setelah bagian ini.

d. Dari segi kualitas yadnya dapat dibedakan atas:

1). Satwika Yadnya yaitu yadnya yang dilaksanakan dasar utama sradha bakti, lascarya, dan semata melaksanakan sebagai kewajiban. Apapun bentuk yadnya yang dilakukan seperti; persembahan, pengendalian diri, punia, maupun jnana jika dilandasi bakti dan tanpa pamrih maka tergolong Satwika Yadnya. Yadnya dalam bentuk persembahan / upakara akan sangat mulia dan termasuk satwika jika sesuai dengan sastra agama, daksina, mantra, Annasewa, dan nasmita. 

2). Rajasika Yadnya yaitu yadnya dilakukan dengan motif pamrih serta pamer kemewahan, pamer harga diri, bagi yang melakukan punia berharap agar dirinya dianggap dermawan. Seorang guru/pendarmawacana memberikan ceramah panjang lebar dan berapi-api dengan maksud agar dianggap pintar; semua bentuk yadnya dengan motif di atas tergolong rajasika yadnya. Seorang yang melakukan tapa, puasa tetapi dengan tujuan untuk memperoleh kekayaan, kesaktian fisik, atau agar dianggap sebagai orang suci juga tergolong yadnya rajasik.

3). Tamasika Yadnya yaitu yadnya yang dilaksanakan tanpa sastra, tanpa punia, tanpa mantra dan tanpa keyakinan. Ini adalah kelompok orang yang beryadnya tanpa arah tujuan yang jelas,hanya ikut-ikutan. Contoh orang-orang yang tegolong melaksanakan tamasikan yadnya antara lain orang yang pergi sembahyang ke pura hanya ikut-ikutan, malu tidak ke pura karena semua tetangga pergi ke pura, orang gotong royong di pura atau di tempat umum juga hanya ikut-ikutan tanpa menyadari manfaatnya. Termasuk dalam katagori ini adalah orang yang beryadnya karena terpaksa. Terpaksa maturan karena semua orang maturan. Terpaksa memberikan punia karena semua orang melakukan punia. Terpaksa puasa karena orang-orang berpuasa. Jadi apapun yang dilaksanakannya adalah sia-sia, tiada manfaat bagi peningkatan karmanya.
Jenis-jenis yadnya di atas diuraikan dalam Kitab Bhagawad Gita dalam beberapa sloka.
Untuk Yadnya yang berbentuk persembahan/upakara akan tergolong kualitas Satwika bila yadnya dilaksanakan berdasarkan :
  1. Sradha, artinya yadnya dilaksanakan dengan penuh keyakinan
  2. Lascarya, yaitu yadnya dilaksanakan dengan tulus ikhlas tanpa pamrih sedikitpun.
  3. Sastra, bahwa pelaksanaan yadnya sesuai dengan sumber-sumber sastra yang benar.
  4. Daksina, yaitu yadnya dilaksanakan dengan sarana upacara serta punia kepada pemuput yadnya/manggala yadnya.
  5. Mantra dan gita, yaitu dengan melantunkan doa-doa serta kidung suci sebagai pemujaan.
  6. Annasewa, artinya memberikan jamuan kepada tamu yang menghadiri upacara. Jamuan ini penting karena setiap tamu yang datang ikut berdoa agar pelaksanaan yadnya berhasil. Dengan jamuan maka karma dari doa para tamu undangan menjadi milik sang yajamana.
  7. Nasmita, bahwa yadnya yang dilaksanakan bukan untuk memamerkan kekayaan dan kemewahan. Apapun jenis yadnya yang kita lakukan seharusnya yang menjadi tolok ukur adalah kualitas yadnya. Sedangkan kualitas yadnya yang harus dicapai setiap pelaksanaan yadnya adalah Satwika Yadnya. Tidak ada gunanya yadnya yang besar tetapi bersifat rajas atau tamas.

1.    PANCA YADNYA
Panca Yadnya adalah lima macam korban suci dengan tulus ikhlas yang wajib dilakukan oleh umat Hindu. Pelaksanaan Panca yadnya adalah sebagai realisasi dalam melunasi kewajiban manusia yang hakiki yaitu Tri Rna ( tiga hutang hidup).
Dalam beberapa kitab dan pustaka memberikan penjelasan tentang Panca Yadnya yang berbeda, namun pada intinya memiliki kesatuan tujuan yang sama. Penjelasan-penjelasan tersebut antara lain :
1.    Kitab Sathapata Brahmana.
Kitab ini merupakan bagian dari Reg Weda, menjelaskan panca yadnya sebagai berikut :
  • Bhuta Yadnya, yaitu yadnya untuk para bhuta
  • Manusa Yadnya, yaitu persembahan makanan untuk sesama manusia.
  • Pitra Yadnya, yaitu persembahan yang ditujukan untuk leluhur ( disebut swadha).
  • Dewa Yadnya, yaitu persembahan kepada para dewa ( disebut swaha ).
  • Brahma yadnya, yaitu yang dilaksanakan dengan mempelajari pengucapan mantram cusi weda.
2.    Kitab Manawa Dharmasastra
Kitab Manawa Dharmasastra memberikan penjelasan tentang Panca Yadnya sebagai berikut :
  • Brahma Yadnya, adalah persembahan yang dilaksanakan dengan belajar dan mengajar secara tulus ikhlas.
  • Pitra Yadnya, adalah persembahan tarpana dan air kepada leluhur.
  • Dewa yadnya, adalah persembahan minyak dan susu kepada para dewa.
  • Bhuta Yadnya, adalah pelaksanaan upacara bali untuk butha.
  • Nara Yadnya , adalah penerimaan tamu dengan ramah-tamah.

•    Lontar Korawa Srama
Dalam lontar Korawa Srama terdapat penjelasan Panca yadnya sebagai berikut:
1.    Dewa Yadnya, adalah persembahan dengan sesajen dan mengucapkan Sruti dan Stawa pada waktu bulan purnama.
2.    Rsi Yadnya, adalah persembahan punia, buah-buahan, makanan, dan barang yang tidak mudah rusak kepada para Maha Rsi.
3.    Manusa Yadnya adalah persembahan makanan kepada masyarakat.
4.    Pitra Yadnya adalah mempersembahkan puja dan banetn kepada leluhur.
5.    Bhuta Yadnya, adalah mempersembahkan puja dan banten kepada bhuta.
•    Lontar Agastya Parwa
Penjelasan tentang Panca Yadnya dari lontar Agastya Parwa adalah yang menjadi acuan utama pelaksanaan yadnya di Indonesia. Menurut lontar ini Panca yadnya adalah :
1.    Dewa Yadnya, yaitu persembahan dengan minyak dan biji-bijian kehadapan Dewa Siwa dan Dewa Agni di tempat pemujaan dewa.
2.    Rsi Yadnya, yaitu persembahan dengan menghormati pendeta dan membaca kitab suci.
3.    Pitra Yadnya, yaitu upacara kematian agar roh yang meninggal mencapai alam Siwa.
4.    Bhuta Yadnya, yaitu persembahan dengan mensejahterakan tumbuhan dan menyelenggarakan upacara tawur serta upacara panca wali krama.
5.    Manusa Yadnya, yaitu persembahan dengan memberi makanan kepada masyarakat.

Dari beberapa sumber di atas yang lebih tepat digunakan sebagai dasar pelaksanaan yadnya di Indonesia adalah Lontas Agastya Parwa. Tetapi dalam konteks pengertian dan pelaksanaannya mengacu pada penjelasan-penjelasan Kitab Weda sehingga di Indonesia Panca Yadnya dapat dijelaskan sebagai berikut :

1.    Dewa Yadya, adalah persembahan yang tulus iklhas kehadapan Ida Sang Hyang Widhi Wasa dengan segala manifestasinya. Dewa Yadnya dilaksanakan terutama dalam rangka memenuhi kewajiban Dewa Rna, yakni hutang hidup kepada Ida Sang Hyang Widhi.

Pelaksanaan Dewa Yadnya dapat dilakukan dengan berbagai bentuk. Aktivitas kehidupan sehari-hari dapat diwujudkan menjadi yadnya dengan cara melaksanakan semua aktivitas yang didasari oleh kesadaran, keikhlasan, penuh tanggung jawab dan menjadikan aktivitas tersebut sebagai persembahan kehadapan Ida Sang Hyang Widhi Wasa sebagaimana sabda Tuhan melalui Bahagawad Gita dalam beberapa sloka seperti :
Yajòàathàt karmano ‘nyatra loko ‘yaý karma-bandhanah,
Tad-artham karma kaunteya mukta-saògaá samàcara
( Bhagawad Gita, III.9 )

Artinya:
Kecuali kerja yang dilakukan sebagai dan untuk tujuan pengorbanan, dunia ini terbelenggu oleh kegiatan kerja. Oleh karena itu, wahai putra Kunti ( Arjuna), lakukanlah kegiatanmu sebagai pengorbanan dan jangan terikat dengan hasilnya.
Tasmàd asaktaá satataý kàryaý karmasamàcara,
Asakto hy àcaran karma param àpnoti pùrsaá
( Bhagawad Gita, III.19 )

Artinya:
Oleh karena itu, tanpa keterikatan, lakukanlah selalu kegiatan kerja yang harus dilakukan, karena dengan melakukan kerja tanpa pamrih seperti itu membuat manusia mencapai tingkatan tertinggi.
Saktàá karmaóy awidwàmso yathà kurwanti bhæata,
Kuryàd widwàýs tathàsaktaú cikìrûur loka-saògraham
( Bhagawad Gita, III.25 )

Artinya:
Bhàrata
Seperti orang bodoh yang bekerja karena pamrih dari kegiatannya, demikian pula hendaknya orang terpelajar bekerja, wahai ( Arjuna ), tetapi tanpa pamrih dan semata-mata dengan keinginan untuk memelihara kesejahteraan tatanan dunia ini saja.
Selanjutnya jika kita beryadnya dalam bentuk dana/harta , atau beryadnya dalam bentuk jnana (pengetahuan), atau yadnya dalam bentuk tapa serta yadnya dalam bentuk persembahan/upakara haruslah dilakukan dengan ikhlas dan tanpa pamrih. Jika semua yadnya yang dilaksanakan dengan tujuan sebagai persembahan kepada Tuhan maka jadilah yadnya tersebut Satwika. Dalam Kitab Suci Bhagawad Gita banyak dijelaskan berbagai bentuk yadnya yang Satwika.

1.    Rsi Yadnya, adalah persembahan yang tulus ikhlas kepada para rsi dan orang suci. Pelaksanaan yadnya ini sebagai wujud terima kasih atas segala jasa yang telah diberikan oleh para rsi dan orang suci pada kita . Menurut Hindu atas jasa para rsi dan orang suci ini menyebabkan kita memiliki hutang yang disebut Rsi Rna.

Contoh Rsi Yadnya yang berbentuk Upakara adalah Rsi Bojana. Sedangkan bentuk lain Rsi Yadnya adalah dengan melaksanakan ajaran-ajaran suci para rsi, hormat dan bakti serta melayani para sulinggih/ orang suci secara tulus ikhlas. Dalam melaksanakan upacara seharusnya sang yajamana menghaturkan punia daksina pada sulinggih/ pemuput karya yang sesuai, sebab jika tidak maka karma baik atas upacara yadnya yang dilaksanakan akan menjadi milik sang pemuput karya.

1.    Pitra Yadnya, adalah pengorbanan yang tulus ikhlas untuk para leluhur dan orang tua. Pitra yadnya wajib dilakukan untuk membayar hutang hidup kepada orang tua dan leluhur yang disebut Pitra Rna.Tanpa ada leluhur dan orang tua sangat mustahil kita akan lahir di dunia ini. Oleh karena itu hutang hidup ini harus dibayar dengan bentuk Upacara Pitra Yadnya.

Di Bali Upacara Pitra Yadnya dikenal memiliki beberapa tingkatan seperti :
a. Sawa Prateka, yakni upacara perawatan dan penyelesaian jenasah seperti dikubur ( mekingsan ring pertiwi ), dibakar ( mekingsan ring geni) dsb.

b. Asti Wedana yaitu tingkatan upacara pitra yadnya yang lebih tinggi yang umumnya disebut NGABEN. Bentuk asti wedana adalah :

1.    Sawa Wedana yaitu upacara ngaben bila yang dibakar adalah jenasah. Upacara ini dikenal juga dengan nama SWASTA.
2.    Asti Wedana yaitu upacara pengabenan dengan membakar jenasah yang sudah berbentuk tulang ( sudah dikubur terlebih dahulu).
3.    Ngerca Wedana yaitu upaca ngaben dengan membakar simbol sebagai pengganti tulang/jenasah orang yang sudah meninggal. Upacara ini biasanya dilakukan untuk orang yang waktu meninggal telah mekingsan ring geni, atau meninggal tetapi jenasahnya tidak ditemukan ( misalnya meninggal di laut atau di hutan ), atau juga jenasah yang dikubur tetapi tulangnya tidak ditemukan.

c. Atma Wedana, yaitu upacara tingkat berikutnya yang bertujuan lebih menyempurnakan jiwatman yang telah diabenkan dari alam surga menuju alam dewa/moksa.
Bentuk atma wedana antara lain, ngeroras, mukur, maligia.

Disamping bentuk upacara pitra yadnya sebagaimana dijelaskan di atas yang lebih penting dilakukan masa kini adalah bagaimana usaha kita untuk menjunjung nama baik dan kehormatan leluhur dan orang tua. Jadi pitra yadnya dalam kaitan kewajiban sebagai siswa adalah dengan belajar sebaik-baiknya sebagaimana harapan orang tua. Melayani orang tua semasih hidup dengan ikhlas serta tidak mengecewakan dan menyakiti hati orang tua adalah merupakan pitra yadnya utama.

1.    Manusa Yadnya, adalah pengorbanan yang tulus ikhlas untuk kebahagiaan hidup manusia. Sesuai dengan pengertian tersebut maka segala bentuk pengobanan yang bertujuan untuk kebahagiaan hidup manusia adalah tergolong manusa yadnya. Selama ini pemahaman sebagian umat Hindu bahwa manusa yadnya semata-mata upacara yang dilaksanakan oleh orang tua bagi anak-anaknya, sejak dalam kandungan sampai menuju grahasta ( perkawinan).

Jika memahami pengertian manusa yadnya, maka bentuknya tidak selalu upacara, serta peruntukannya bukan hanya untuk anak ( keturunan sendiri). Bentuk manusa yadnya bisa bermacam-macam seperti yadnya dalam bentuk dana, upacara, jnana, dan karma sepanjang tujuan yadnya tersebut adalah untuk kebahagiaan hidup manusia. Artinya jika kita memberikan nasehat atau ilmu kepada orang lain yang menyebabkan orang tersebut memperoleh kebahagiaan hidup maka itu tergolong juga manusa yadnya. Demikian pula memberikan dana punia untuk pendidikan anak bagi keluarga tidak mampu atau melaksanakan bhakti sosial pengobatan bagi masayarakat kurang mampu juga termasuk manusa yadnya. Dengan demikian maka sasaran manusa yadnya bukan hanya untuk anak/ keturunan sendiri, tetapi bagi semua manusia tanpa memandang suku, agama maupun golongan.

1.    Butha Yadnya, adalah pengorbanan yang tulus iklhas untuk para butha agar tercipta kedamaian dan keharmonisan hidup di dunia.
Menurut konsep Hindu bahwa semua yang ada di dunia ini adalah ciptaan Hyang Widhi yang memiliki fungsi tersendiri dalam memutar roda kehidupan. Jadi semua mahluk termasuk para bhuta memiliki hak hidup. Manusia sebagai mahluk yang memiliki sabda, bayu dan idep memiliki peranan penting dalam menciptakan keharmonisan kehidupan. Oleh karena itu manusia melaksanakan bhuta yadnya agar keseimbangan hidup tercipta. Tujuan bhuta yadnya adalah agar para bhuta kala “somya”, sempurna kembali menuju alamnya sendiri dan tidak mengganggu kehidupan manusia.
Secara sekala wujud bhuta yadnya adalah usaha kita agar menjaga kelestarian alam, tidak merusak mata air, hutan lindung, serta tindakan-tindakan lain yang dapat menjadi penyebab bencana alam.

1.    PENILAIAN YADNYA
Dari uraian di atas maka kita akan dapat menilai diri sendiri tentang yadnya yang kita lakukan. Untuk itu kita perlu secara jujur menjawab beberapa pertanyaan untuk dianalisa kemudian menilai atas yadnya yang kita laksanakan.
Pertanyaan-pertanyaan tersebut adalah :
Bentuk apakah yadnya yang kita lakukan?
Selanjutnya kita dapat bertanya apakah yandya yang kita lakukan tergoong Nitya Yadnya ataukah Naimitika Yadnya?
Jika Yadnya tersebut berkaitan dengan materi, apakah tergolong utma, madya, ataukah nista?
Selanjutnya kita harus menggoongkan lagi kepada siapakah yadnya tersebut ditujukan? Apakah kepada Ida Sang Hyang Widhi, Rsi, Pitra, Manusia, ataukah Bhuta?
Terakhir sebagai tolok ukur karma yang paling penting harus kita nilai apakah yadnya yang kita lakukan bersifat Satwam, Rajas ataukah Tamas?

Dengan melakukan penilaian diri terhadap setiap tindakan karma, maka kita dapat berharap bahwa hidup ini tidak akan sia-sia. Hidup ini adalah untuk meningkatkan kwalitas karma jiwatman sebagaimana yang disampaikan dalam kitab Sarasamuscaya , sloka 2.

BAB III
KESIMPULAN/PENUTUP


Pengertian Yadnya secara umum adalah korban suci yang tulus ikhlas tanpa pambrih yang di dasari dari niat dan tujuan individu demi mendapatkan kedamaian dan kesejahteraan umatnya.

DAFTAR PUSTAKA


http://click-gen.blogspot.com/2011/12/pengertian-tujuan-serta-fungsi-dan.html#ixzz2LyFnYy2c
http://manacikapura.wordpress.com/tattwa/yadnya
Tim Penyusun, Buku Pelajaran Agama Hindu Untuk SMU, Paramita Surabaya, 2008
http://manacikapura.wordpress.com/tattwa/yadnya/
Comments
0 Comments

Tidak ada komentar:

Posting Komentar