Di Susun oleh : Bayu Satrya
Semester : IV
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Berdasarkan Permendiknas Nomor 22 tahun 2006 Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) jenjang pendidikan dasar dan menengah dikembangkan oleh sekolah dan komite sekolah yang berpedoman pada standar isi dan standar kompetensi lulusan, serta panduan penyusunan kurikulum yang dibuat oleh Badan Nasional Standar Pendidikan (BNSP). Salah satu prinsip pengembangan KTSP adalah “berpusat pada potensi, perkembangan, serta kebutuhan peserta didik dan lingkungannya”, kurikulum mempunyai kedudukan yang sangat penting dalam keseluruhan proses pendidikan. Kurikulum mengarahkan segala bentuk aktivitas pendidikan pada tercapainya tujuan-tujuan pendidikan. Mauritz Johnson mengemukakan bahwa kurikulum ”prescribes (or at least anticipates) the result of instruction”.
Kurikulum sebagai rancangan dari pendidikan, mempunyai kedudukan yang cukup sentral dalam keseluruhan kegiatan pendidikan, menentukan proses pelaksanaan dan hasil daripada pendidikan. Mengingat begitu pentingnya peranan kurikulum dalam pendidikan dan di perkembangan kehidupan manusia, maka pengembangan kurikulum tidak dapat dirancang sembarangan.
Pengembangan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) membutuhkan landasan yang kuat, didasarkan atas hasil pemikiran dan penelitian yang mendalam. Di dalam Landasan pengembangan kurikulum ada 4 (empat) diantaranya, landasan Fisiologis, landasan Psikologis, landasan Sosiologis, landasan Teknologi. Dari keempat landasan, penulis mencoba mengembangkan dan memaparkan landasan psikologis dalam pengembangan suatu kurikulum.
Landasan Psikologis merupakan salah satu landasan yang berkaitan dengan peranan anak dalam pengembangan kurikulum adalah landasan psikologis. Implikasi psikologis merupakan salah satu landasan pengembangan kurikulum, secara khusus implikasi psikologis bagi guru membantu guru sebagai desainer, developer dan sekaligus sebagai barisan paling depan yakni sebagai implementor kurikulum.
1.2 RUMUSAN MASALAH
Dalam Makalah ini ada beberapa permasalahan yang melatarbelakangi penyusunan makalah ini, diantaranya adalah:
Bagimankah Landasan Psikolgi dalam Pengembangan Kurikulum?
Bagaimana implikasi Psikologi Perkembangan dalam Pengembangan Kurikulum?
Bagaimanakah Psikologi Belajar dalam Pengembangan Kurikulum?
1.3 TUJUAN
Tujuan penulisan Makalah ini adalah untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Program Pengembangan Kurikulum di Sekolah Tinggi Agama Hindu (STAH) Dharma Nusantara Jakarta sekaligus mengetahui dan memahami tentang Landasan Pengembangan Kurikulum, khususnya dalam Landasan Psikologi.
Berdasarkan Permendiknas Nomor 22 tahun 2006 Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) jenjang pendidikan dasar dan menengah dikembangkan oleh sekolah dan komite sekolah yang berpedoman pada standar isi dan standar kompetensi lulusan, serta panduan penyusunan kurikulum yang dibuat oleh Badan Nasional Standar Pendidikan (BNSP). Salah satu prinsip pengembangan KTSP adalah “berpusat pada potensi, perkembangan, serta kebutuhan peserta didik dan lingkungannya”, kurikulum mempunyai kedudukan yang sangat penting dalam keseluruhan proses pendidikan. Kurikulum mengarahkan segala bentuk aktivitas pendidikan pada tercapainya tujuan-tujuan pendidikan. Mauritz Johnson mengemukakan bahwa kurikulum ”prescribes (or at least anticipates) the result of instruction”.
Kurikulum sebagai rancangan dari pendidikan, mempunyai kedudukan yang cukup sentral dalam keseluruhan kegiatan pendidikan, menentukan proses pelaksanaan dan hasil daripada pendidikan. Mengingat begitu pentingnya peranan kurikulum dalam pendidikan dan di perkembangan kehidupan manusia, maka pengembangan kurikulum tidak dapat dirancang sembarangan.
Pengembangan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) membutuhkan landasan yang kuat, didasarkan atas hasil pemikiran dan penelitian yang mendalam. Di dalam Landasan pengembangan kurikulum ada 4 (empat) diantaranya, landasan Fisiologis, landasan Psikologis, landasan Sosiologis, landasan Teknologi. Dari keempat landasan, penulis mencoba mengembangkan dan memaparkan landasan psikologis dalam pengembangan suatu kurikulum.
Landasan Psikologis merupakan salah satu landasan yang berkaitan dengan peranan anak dalam pengembangan kurikulum adalah landasan psikologis. Implikasi psikologis merupakan salah satu landasan pengembangan kurikulum, secara khusus implikasi psikologis bagi guru membantu guru sebagai desainer, developer dan sekaligus sebagai barisan paling depan yakni sebagai implementor kurikulum.
1.2 RUMUSAN MASALAH
Dalam Makalah ini ada beberapa permasalahan yang melatarbelakangi penyusunan makalah ini, diantaranya adalah:
Bagimankah Landasan Psikolgi dalam Pengembangan Kurikulum?
Bagaimana implikasi Psikologi Perkembangan dalam Pengembangan Kurikulum?
Bagaimanakah Psikologi Belajar dalam Pengembangan Kurikulum?
1.3 TUJUAN
Tujuan penulisan Makalah ini adalah untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Program Pengembangan Kurikulum di Sekolah Tinggi Agama Hindu (STAH) Dharma Nusantara Jakarta sekaligus mengetahui dan memahami tentang Landasan Pengembangan Kurikulum, khususnya dalam Landasan Psikologi.
BAB II
PEMBAHASAN
PEMBAHASAN
2.1 Landasan Psikologi Pengembangan Kurikulum
Psikologi dapat diartikan sebagai suatu ilmu yang mempelajari tingkah laku manusia dalam hubungan dengan lingkungan, pengertian sejenis menyebutkan bahwa psikologi merupakan suatu ilmu yang berkaitan dengan proses mental, baik normal maupun abnormal dan pengaruhnya pada perilaku, ilmu pengetahuan tentang gejala dan kegiatan jiwa.
Psikologi merupakan salah satu landasan dalam pengembangan kurikulum yang harus dipertimbangkan oleh para pengembang. Hal ini dikarenakan posisi kurikulum dalam proses pendidikan memegang peranan yang sentral. Dalam proses pendidikan terjadi interaksi antar manusia, yaitu antara anak didik dengan pendidik, dan juga antara anak didik dengan manusia-manusia lainnya. Manusia berbeda dengan makhluk lainnya karena kondisi psikologisnya. Menurut Nana Syaodih Sukmadinata (2006 : 50) “kondisi psikologis adalah kondisi karakteristik psikofisik manusia sebagai individu, yang dinyatakan dalam berbagai bentuk perilaku dalam interaksinya dengan lingkungan”. Perilaku-perilaku tersebut merupakan manifestasi dari ciri-ciri kehidupannya, baik yang nampak maupun yang tidak nampak; baik perilaku kognitif, afektif maupun psikomotor. Interaksi yang tercipta didalam situasi pendidikan harus sesuai dengan kondisi psikologis dari anak didik dan pendidik. Interaksi pendidikan di rumah berbeda dengan di sekolah. Interaksi antara anak dengan guru pada tingkat sekolah dasar berbeda dengan pada tingkat sekolah menengah pertama dan atas.
Aspek psikologis anak merupakan salah satu yang harus menjadi perhatian dalam pengembangan kurikulum. Hal ini karena kurikulum merupakan pedoman untuk mengantarkan anak didik sesuai dengan harapan dan tujuan pendidikan. Sementara itu anak didik secara psikologis memiliki keunikan dan perbedaan-perbedaan baik perbedaan minat, bakat, maupun potensi yang dimilikinya sesuai dengan tahapan perkembangannya. Pemahaman tentang anak sangat penting bagi pengembang kurikulum, karena kesalahan pesepsi atau kedangkalan pemahaman tentang anak, dapat menyebabkan kesalahan arah dan kesalahan praktik pendidikan.
Anak didik merupakan individu yang sedang berada dalam proses perkembangan. Tugas utama guru adalah membantu mengoptimalkan perkembangan peserta didik tersebut. Oleh karena itu, melalui penerapan landasan psikologi dalam pengembangan kurikulum, tiada lain agar upaya pendidikan yang dilakukan dapat menyesuaikan dengan hakikat peserta didik. Penyesuaian yang dimaksud berkaitan dengan segi materi atau bahan yang harus disampaikan, penyesuaian dari segi proses penyampaian atau pembelajarannya, dan penyesuaian dari unsur-unsur upaya pendidikan lainnya.
Dengan menerapkan landasan psikologi dalam proses pengembangan kurikulum diharapkan dapat diupayakan pendidikan yang dilaksanakan relevan dengan hakikat peserta didik, baik penyesuaian dari segi materi/bahan yang harus diberikan/dipelajari peserta didik, maupun dari segi penyampaian dan proses belajar serta penyesuaian dari unsur–unsur upaya pendidikan lainnya.
Pada dasarnya terdapat dua cabang ilmu psikologi yang berkaitan erat dalam proses pengembangan kurikulum, yaitu psikologi perkembangan dan psikologi belajar. Psikologi perkembangan merupakan ilmu yang mempelajari tentang perilaku individu berkenaan dengan perkembangannya. Dalam psikologi perkembangan dikaji tentang hakekat perkembangan, pentahapan perkembangan, aspek-aspek perkembangan, tugas-tugas perkembangan individu, serta hal-hal lainnya yang berhubungan perkembangan individu, yang semuanya dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan dan mendasari pengembangan kurikulum. Psikologi belajar merupakan ilmu yang mempelajari tentang perilaku individu dalam konteks belajar. Psikologi belajar mengkaji tentang hakekat belajar dan teori-teori belajar, serta berbagai aspek perilaku individu lainnya dalam belajar, yang semuanya dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan sekaligus mendasari pengembangan kurikulum.
Karakteristik perilaku tiap individu pada tiap tingkat perkembangan merupakan kajian yang terdapat dalam cabang psikologi perkembangan. Oleh sebab itu, dalam pengembangan kurikulum yang senantiasa berhubungan dengan program pendidikan untuk kepentingan peserta didik, maka landasan psikologi mutlak harus dijadikan dasar dalam proses pengembangan kurikulum. Perkembangan yang dialami oleh peserta didik pada umumnya diperoleh melalui proses belajar. Guru sebagai pendidik harus mengupayakan cara/metode yang lebih baik untuk melaksanakan proses pembelajaran guna mendapatkan hasil yang optimal, dalam hal ini proses pembelajaran mutlak diperlukan pemikiran yang mendalam dengan memperhatikan psikologi belajar.
Psikologi perkembangan diperlukan terutama dalam hal penentuan isi kurikulum yang diberikan/dipelajari peserta didik, baik tingkat kedalaman dan keluasan materi, tingkat kesulitan dan kelayakannya serta manfaatnya yang disesuaikan dengan tahap dan tugas perkembangan peserta didik. Psikologi belajar memberikan sumbangan terhadap pengembangan kurikulum terutama berkenaan dengan bagaimana kurikulum itu diberikan kepada peserta didik dan bagaimana peserta didik harus mempelajarinya, berarti berkenaan dengan strategi pelaksanaan kurikulum.
Apa yang dididikan dan bagaimana cara mendidiknya perlu disesuaikan dengan tingkat dan pola-pola perkembangan anak. Karakteristik perilaku pada berbagai tingkat serta pola-pola perkembangan anak menjadi bagian dari psikologi perkembangan. Sementara itu, model-model atau pendekatan pembelajaran mana yang dapat memberikan yang optimal, dan bagaimana proses pelaksanaannya memerlukan studi yang sistematik dan mendalam. Studi yang demikian merupakan bidang pengkajian dari psikologi belajar. Dengan demikian, paling tidak ada dua bidang psikologi yang harus mendapat perhatian para pengembang kurikulum, yakni psikologi perkembangan dan psikologi belajar. Keduanya sangat diperlukan terutama di dalam proses pemilihan dan penyusunan isi pendidikan serta proses mendidik atau mengajar. Hal ini dimaksudkan agar anak didik dapat dilayani secara proporsional.
Landasan psikologis merupakan aumsi – asumsi yang bersumber dari psikologi yang dijadikan titik tolak dalam mengembangkan kurikulum. Ada dua jenis psikologi yang harus menjadi acuan yaitu psikologi perkembangan dan psikologi belajar. psikologi perkembangan mempelajari proses dan karakteristik perkembangan peserta didik sebagai subjek pendidikan, sedangkan psikologi belajar mempelajari tingkah laku peserta didik dalam situasi belajar.
2.2 Implikasi Psikologi Perkembangan dalam Pengembangan Kurikulum
Psikologi perkembangan membahas perkembangan individu sejak masa konsepsi, yaitu masa pertemuan sel telur dengan spermatosoid sampai dengan masa dewasa. Informasi tentang perkembangan individu diperoleh melalui studi yang bersifat longitudinal, cross sectional, psikoanalitik, sosiologik dan studi kasus. Individu apakah itu seorang anak ataupun orang dewasa, merupakan kesatuan jasmani-rohani yang tidak dapat dipisah-pisahkan, dan menunjukkan karakteristik-karakteristik tertentu yang khas. Individu manusia adalah sesuatu yang sangat kompleks tetapi unik, yakni memiliki banyak aspek seperti aspek jasmani, intelektual, sosial, emosional, moral dan sebagainya, tetapi keseluruhannya membentuk satu kesatuan.
Anak sejak dilahirkan sudah memperlihatkan keunikan–keunikan yang berbeda satu sama lainnya, seperti pernyataan dirinya dalam bentuk tangisan dan gerakan–gerakan tubuhnya. Hal ini menggambarkan bahwa sejak lahir anak telah memiliki potensi untuk berkembang. Di dalam psikologi perkembangan terdapat banyak pandangan ahli berkenaan dengan perkembangan individu pada tiap–tiap fase perkembangan.
Pandangan tentang anak sebagai makhluk yang unik sangat berpengaruh terhadap pengembangan kurikulum pendidikan. Setiap anak merupakan pribadi tersendiri, memiliki perbedaan di samping persamaannya. Implikasi dari hal tersebut terhadap pengembangan kurikulum, antara lain:
- Tiap anak diberi kesempatan untuk berkembang sesuai dengan bakat, minat, dan kebutuhannya,
- Di samping disediakan pembelajaran yang bersifat umum (program inti) yang harus dipelajari peserta didik di sekolah, disediakan pula pembelajaran pilihan sesuai minat dan bakat anak,
- Kurikulum selain menyediakan bahan ajar yang bersifat kejuruan juga menyediakan bahan ajar yang bersifat akademik,
- Kurikulum memuat tujuan yang mengandung pengetahuan, nilai/sikap, dan ketrampilan yang menggambarkan keseluruhan pribadi yang utuh lahir dan bathin.
Implikasi terhadap pengembangan kurikulum menurut Rudi Susilana dkk. yaitu:
- Setiap anak diberi kesempatan untuk berkembang sesuai dengan bakat, minat dan kebutuhannya.
- Di samping disediakan pelajaran yang sifatnya umum (Program inti) yang wajib dipelajari setiap anak di sekolah, disediakan pula pelajaran pilihan yang sesuai dengan minat anak.
- Kurikulum di samping menyediakan bahan ajar yang bersifat kejuruan juga menyediakan bahan ajar yang bersifat akademik. Bagi anak yang berbakat dibidang akademik diberi kesempatan untuk melanjutkan studi ke jenjang pendidikan selanjutnya.
- Kurikulum memuat tujuan–tujuan yang mengandung pengetahuan, nilai atau sikap, dan keterampilan yang menggambarkan keseluruhan pribadi yang utuh lahir dan bathin.
Implikasi lain dari pengetahuan tentang anak terhadap pelaksanaan pembelajaran (actual curriculum) dapat diuraikan sebagai berikut:
- Tujuan pembelajaran yang dirumuskan secara operasional selalu berpusat pada perubahan tingkah laku peserta didik.
- Bahan atau materi yang diberikan harus sesuai dengan kebutuhan, minat dan perhatian anak, bahan tersebut mudah diterima oleh anak.
- Strategi belajar mengajar yang digunakan harus sesuai dengan taraf perkembangan anak.
- Media yang dipakai senantiasa dapat menarik perhatian dan minat anak.
- Sistem evaluasi berpadu dalam satu kesatuan yang menyeluruh dan berkesinambungan dari satu tahap ke tahap yang lainnya dan dijalankan secara terus menerus.
2.3 Psikologi Belajar dalam Pengembangan kurikulum
Psikologi belajar merupakan studi tentang bagaimana individu belajar. Secara sederhana belajar dapat diartikan sebagai perubahan tingkah laku yang terjadi melalui pengalaman. Segala perubahan tingkah laku, baik yang berbentuk kognitif, afektif maupun psikomotor yang terjadi karena proses pengalaman dapat dikategorikan sebagai perilaku belajar. Menurut Gagne, perubahan tersebut berkenaan dengan disposisi atau kapabilitas individu. Sementara itu, menurut Hilgard dan Bower (1966) dinyatakan bahwa perubahan itu terjadi karena individu berinteraksi dengan lingkungan, sebagai reaksi terhadap situasi yang dihadapinya.
Mengetahui tentang psikologi belajar merupakan bekal bagi para guru dalam menjalankan tugas pokoknya, yaitu membelajarkan anak. Menurut Morris L. Bigge dan Maurice P. Hunt (1980), psikologi atau teori belajar yang berkembang pada dasarnya dapat dikelompokkan kedalam tiga rumpun, yaitu:
a. Teori disiplin daya/disiplin mental (faculty theory)
Menurut teori ini anak sejak dilahirkan memiliki potensi atau daya tertentu (faculties) yang masing–masing memiliki fungsi tertentu, seperti potensi/daya mengingat, daya berpikir, daya mencurahkan pendapat, daya mengamati, daya memecahkan masalah, dan sejenisnya. Karena itu pengertian mengajar menurut teori ini adalah melatih peserta didik dalam daya-daya itu, cara mempelajarinya pada umumnya melalui hafalan dan latihan. Potensi–potensi tersebut dapat dilatih agar dapat berfungsi secara optimal,daya berpikir anak sering dilatih dengan pembelajaran berhitung misalnya, daya mengingat dilatih dengan menghapal sesuatu. Daya yang telah terlatih dipindahkan ke dalam pembentukan lain. Pemindahan (transfer) ini mutlak dilakukan melalui latihan (drill), karena itu pengertian pembelajaran dalam konteks ini melatih anak didik dalam daya-daya itu, cara pembelajaran pada umumnya melalui hafalan dan latihan-latihan
b. Behaviorisme
Menurut teori ini kehidupan tunduk pada hukum S – R (stimulus – respon) atau aksi-reaksi. Menurut teori ini, pada dasarnya belajar merupakan hubungan respon – stimulus. Belajar merupakan upaya untuk membentuk hubungan stimulus – respon seoptimal mungkin. Tokoh utama teori ini yaitu Edward L. Thorndike yang memunculkan tiga teori belajar yaitu, law of readiness, law of exercise, dan law of effect. Menurut hukum kesiapan (readiness) hubungan antara stimulus dengan respon akan terbentuk bila ada kesiapan pada system syaraf individu. Hukum latihan/pengulangan (exercise/repetition) stimulus dan respon akan terbentuk apabila sering dilatih atau diulang – ulang. Hukum akibat (effect) menyatakan bahwa hubungan antara stimulus dan respon akan terjadi apabila ada akibat yang menyenangkan.
Rumpun teori Behavorisme mencakup tiga teori, yaitu teori Koneksionisme atau teori Asosiasi, teori Kondisioning, dan teori Reinforcement (Operent Conditioning), Rumpun teori Behaviorisme berangkat dari asumsi bahwa individu tidak membawa potensi sejak lahir. Perkembangan individu dipengaruhi oleh lingkungan (keluarga, lembaga pendidikan, masyarakat). Behaviorisme menganggap bahwa perkembangan individu tidak muncul dari hal yang bersifat mental, perkembangan hanya menyangkut hal yang bersifat nyata yang dapat dilihat dan diamati. Teori Koneksionisme atau teori Asosiasi adalah teori tentang kehidupan yang tunduk kepada hukum stimulus-respon atau aksi-reaksi. Belajar pada dasarnya merupakan hubungan antara stimulus-respon. Belajar merupakan upaya untuk membentuk hubungan stimulus-respon sebanyak-banyaknya.
c. Organismic/Cognitive Gestalt Field
Menurut teori ini keseluruhan lebih bermakna daripada bagian-bagian, keseluruhan bukan kumpulan dari bagian-bagian. Manusia dianggap sebagai makhluk yang melakukan hubungan timbal balik dengan lingkungan secara keseluruhan, hubungan ini dijalin oleh stimulus dan respon. Stimulus yang hadir diseleksi menurut tujuannya, kemudian individu melakukan interaksi dengannya terus-menerus sehingga terjadi suatu proses pembelajaran. Dalam hal ini guru lebih berperan sebagai pembimbing bukan sumber informasi sebagaimana diungkapkan dalam pandangan koneksionisme, peserta didik lebih berperan dalam hal proses pembelajaran, belajar berlangsung berdasarkan pengalaman yaitu kegiatan interaksi antara individu dengan lingkungannya. Belajar menurut teori ini bukanlah sebatas menghapal tetapi memecahkan masalah, dan metode belajar yang dipakai adalah metode ilmiah dengan cara anak didik dihadapkan pada suatu permasalahan yang cara penyelesaiannya diserahkan kepada masing-masing anak didik yang pada akhirnya peserta didik dibimbing untuk mengambil suatu kesimpulan bersama dari apa yang telah dipelajari.
Teori Cognitive Gestalt Field atau organismik mengacu kepada pengertian bahwa keseluruhan lebih bermakna dari pada bagian-bagian, keseluruhan bukan kumpulan dari bagian-bagian. Manusia dianggap sebagai mahluk organisme yang melakukan hubungan timbal balik dengan lingkungan secara keseluruhan, hubungan ini dijalin oleh stimulus dan respon. Teori ini banyak mempengaruhi praktek pengajaran di sekolah karena memiliki prinsip-prinsip sebagai berikut:
a. Belajar berdasarkan keseluruhan
Dalam belajar siswa mempelajari bahan pelajaran secara keseluruhan, bahan-bahan dirinci ke dalam bagian-bagian itu kemudian dipelajari secara keseluruhan, dihubungkan satu dengan yang lain secara terpadu. Prinsip ini mempunyai pandangan sebagaimana proses pembelajaran terpadu. Pelajaran yang yang diberikan kepada peserta didik bersumber pada suatu masalah atau pkok yang luas yang harus dipecahkan oleh peserta didik, peserta didik mengolah bahan pembelajaran dengan reaksi seluruh pelajaran oleh keseluruhan jiwanya.
b. Belajar adalah pembentukan kepribadian
Anak dipandang sebagai makhluk keseluruhan, anak dibimbing untuk memperoleh pengetahuan, sikap, dan keterampilan secara berimbang. Ia dibina untuk menjadi manusia seutuhnya yaitu manusia yang memiliki keseimbangan lahir dan batin antara pengetahuan dengan sikapnya dan antara sikap dengan keterampilannya. Seluruh kepribadiannya diharapkan utuh melalui program pembelajaran yang terpadu.
c. Belajar berkat pemahaman
Menurut aliran Gestalt bahwa belajar itu adalah proses pemahaman. Pemahaman mengandung makna penguasaan pengetahuan, dapat menyelaraskan sikap dan ketrampilannya. Ketrampilan menghubungkan bagian-bagian pengetahuan untuk diperoleh sesuatu kesimpulan merupakan wujud pemahaman.
d. Belajar berdasarkan pengalaman
Belajar itu adalah pengalaman. Proses belajar itu adalah bekerja, mereaksi, memahami dan mengalami. Dalam belajar itu siswa aktif. Siswa mengolah bahan pelajaran melalui diskusi, tanya jawab, kerja kelompok, demonstrasi, survey lapangan, karyawisata atau belajar membaca di perpustakaan dan sejenisnya.
e. Belajar adalah suatu proses perkembangan
Ada tiga teori yang perlu diketahui guru, yaitu: perkembangan anak merupakan hasil dari pembawaan, perkembangan anak merupakan hasil lingkungan, dan perkembangan anak merupakan hasil keduannya.
f. Belajar adalah proses berkelanjutan
Belajar itu adalah proses kegiatan interaksi antara dirinya dengan lingkungannya yang dilakukan dari sejak lahir sampai menginggal, karena itu belajar merupakan proses berkesinambungan. Manusia tidak pernah berhenti untuk belajar, hal ini dilakukan karena faktor kebutuhan. Dalam pelaksanaannnya dianjurkan dalam pengembangannya kurikulum tidak hanya terpaku pada proses pembelajaran yang ada tetapi mengembangkan proses pembelajaran yang bersifat ekstra untuk memenuhi kebutuhan peserta didik. Keberhasilan belajar tidak hanya ditentukan oleh kemampuan anak didik tetapi menyangkut minat, perhatian, dan kebutuhannya. Dalam kaitan ini motivasi sangat menentukan dan diperlukan.
BAB III
PENUTUP
PENUTUP
3.1 KESIMPULAN
Landasan Psikologi ini sangatlah penting untuk dipertimbangkan oleh para pengembangnya dalam, karena posisi kurikulum dalam proses pendidikan memegang peranan yang sentral. Dalam proses pendidikan terjadi interaksi antar manusia, yaitu antara anak didik dengan pendidik, dan juga antara anak didik dengan manusia-manusia lainnya. Manusia berbeda dengan makhluk lainnya karena kondisi psikologisnya.
Anak adalah sebagai makhluk yang unik dan sangat berpengaruh terhadap pengembangan kurikulum pendidikan. Setiap anak mempunyai kepribadian tersendiri, memiliki perbedaan di samping persamaannya, dengan begitu tiap anak diberi kesempatan untuk berkembang sesuai dengan bakat, minat, dan kebutuhannya. Kurikulum memuat tujuan yang mengandung pengetahuan, nilai/sikap, dan ketrampilan yang menggambarkan keseluruhan pribadi yang utuh lahir dan bathin.
Dalam psikologi atau teori belajar yang berkembang pada dasarnya dapat dikelompokkan kedalam tiga rumpun, yaitu Teori disiplin daya/ disiplin mental (faculty theory), Teori Behaviorisme, dan Teori Organismic/ cognitive gestalt field. Prinsip-prinsip maupun penerapan dari organismic/cognitive gestalt field, antara lain: belajar berdasarkan keseluruhan, belajar adalah pembentukan kepribadian, belajar berkat pemahaman, belajar berdasarkan pengalaman, belajar adalah suatu proses perkembangan, dan belajar adalah proses berkelanjutan.
DAFTAR PUSTAKA
Fajri,
Muhammad. Landasan Psikologi Pengembangan Kurikulum. Diunduh pada Kamis, 28
Maret 2013
http://vhajrie27.wordpress.com/2009/10/08/landasan-psikologis-pengembangan-kurikulum-revisi/
Landasan
Kurikulum. Diunduh pada Kamis, 28 Maret 2013 http://riedushine.wordpress.com/tag/landasan-psikologis-pengembangan-kurikulum/
Yuliawati,
Lilis. Pentingnya Landasan Psikologi dalam Pengembangan Kurikulum Tingkat
Satuan Pendidikan. Diunduh pada kamis, 28 Maret 2013
http://hipkin.or.id/pentingnya-landasan-psikologis-dalam-pengembangan-kurikulum-tingkat-satuan-pendidikan/